Tentang Hari itu


.

When we were five, they asked us what we wanted to be when we grew up. Our answers were thing like astronaut, president, or in my case… princess.

When we were ten, they asked again and we answered - gold medalist, cowboy, or in my case, rock star. But now that we've grown up, they want a serious answer. Well, how 'bout this: who the hell knows?!

This isn't the time to make hard and fast decisions, its time to make mistakes. Take the wrong train and get stuck somewhere chill. Fall in love - a lot. Major in philosophy 'cause there's no way to make a career out of that. Change your mind. Then change it again, because nothing is permanent.

So make as many mistakes as you can. That way, someday, when they ask again what we want to be… we won't have to guess. We'll know."


part 2

Dulu saya berfikir kalo pake toga itu menyenangkan, membanggakan dan akhir dari cerita saya. Impian saya ketika masuk kuliah adalah sangat simple, yaitu memakai toga dan berdiri dengan senyum kemenangan. Foto bersama Ibu (well, i guess i do not have my dad on my position) dan memajangnya di kamar saya. Benar- benar simple. Tapi toh meski mimpi itu simple, mimpi itu hanya jadi kenyataan bagi orang lain. Dan bagiku itu masih terbungkus rapi dalam bingkai mimpi. Makhota segi lima itu benar-benar harus saya bayar mahal. Dengan materi, tenaga, fikiran bahkan air mata. Entahlah jika saya bisa menabungkannya dalam bentuk rupiah mungkin saya sudah bisa beli gunung merapi (kumat deh lebainya-___-). Rasanya begitu menyenangkan menggunakan kostum itu, dan ketika nama saya di dikumandangkan diseluruh ruangan. langkah terasa begitu ringan, kepala begitu lengang dengan beban dan senyumanku tak bisa ku bendung. Pada dasarnya saya ingin melakukan banyak hal untuk orang-orang sekitar saya. membuat mereka akan melihat saya dengan senyuman penuh kebanggaan ketika melihat saya. Tapi entahlah itu juga masih terasa ambigu mengingat setiap hari yang saya kerja cuma duduk melamun menunggu bintang jatuh. That's why i hate my self sometimes.
Seperti itulah hari-hari pressure itu membungkam obsesi saya. Nyali yang tak lebih besar dari biji salak hanya menjadi penghias mimpi. Dan pada akhirnya toga itu terlihat begitu sia-sia. Sisi yang lain membuat saya begitu depresi dengan keadaan dan carut marutnya dunia saya. Ingin beranjak dan berlari, meninggalkan semua hal-hal sampah.

Saya selalu ingin merasakan hal-hal diluar jalur, kebebasan penuh dan banyak hal gila. Untuk itu saya melompat setinggi-tingginya dan berlari sejauh-jauhnya tanpa sadara saya telah melompat terlalu tinggi dan berlari terlalu jauh. Kesadaran itu datang ketika saya telah tersesat. lalu apa yang bisa saya harapkan? rangkaian asa itu seperti eksodus yang diniatkan untuk melarikan diri. ya dan selalu iya. Jawaban itu akan menyatakan betapa pecundangnya saya. Dan saya begitu benci tentang pilihan yang selalu saja disodorkan kepada saya. Shall i go home? i have nothing to say.

Seperti17 Tahun yang lalu ketika saya bilang saya ingin menjadi seorang putri, seperti 6 tahun yang lalu ketika saya bilang saya ingin jadi Rock star, seperti 3 Tahun yang lalu saya ingin melakukan banyak kesalahan, untuk tersesat di jalan yang tak kuketahui, untuk naik kereta dan berhenti di pemberhentian yang seharusnya. Semua mimpi itu masih ada, membuat asa terasa begitu mempesona untuk diwujudkan. So Why Can't I? I have to go.. for long trip and i believe that there are some gr8 things to be found.


Anyway i believe too that you will find me someday..

Your Reply

I Am A Dusk Pirate

I Am A Dusk Pirate

Dusk and Summer

Dusk and Summer